Usia bumi yang semakin tua dan kurangnya kesadaran manusia tentang pelestarian alam membuat jumlah flora fauna yang dilindungi semakin berkurang. Bisa jadi suatu saat nanti anak cucu generasi milenial tidak akan melihat lagi badak bercula satu atau mungkin anggrek hitam.
Begitu juga dengan terus berkurangnya populasi penyu di Indonesia. Beruntung masih ada sosok Saridi, pria berusia 52 tahun yang bekerja sebagai nelayan dan buruh serabutan ini rela meluangkan banyak waktu dan dana hingga merugi untuk melestarikan penyu. “Kalau soal untung dan ruginya, itu rugi terus mbak. Istilahnya gak ada kata untung, rugi,” ucap pria yang membuat konservasi penyu di wilayah Pantai Pelangi, Bantul, DIY.
Sponsored Ad
“Soalnya warga sini awalnya pada tahun 60an atau 70an suka berburu penyu. Berburu penyu itu untuk apa? Telurnya dikonsumsi dan induknya juga dikonsumsi. Kalau caranya seperti ini terus, mungkin lama kelamaan si penyu ini habis. Coba-coba dapat telur saya ambil dan saya pindahkan di sarang semi alami ternyata bisa menetas.
Sponsored Ad
Mulai tahun 2010 itu saya betul-betul ingin mengembangkan dalam arti mengkonservasi biar penyu-penyu tidak sampai punah,” jelas Saridi. Ia memulai dengan 5 sarang saja dan sekarang sudah menjadi 21 sarang dengan 1000 penyu lebih setiap tahunnya dengan bermodalkan kekhawatiran kelestarian penyu yang terancam membuatnya bertahan hingga saat ini.
“Kalau soal dana-dana dan biaya yang menanggung dari kelompok konservasi sendiri. Kalau dari pemerintah, kami dibikinin tempat ini, dibelikan tempat bak. Tapi operasional harian, mengganti jerih payah telur, perawatan sampai saat ini belum ada. Padahal biaya perawatan itu bagi saya ya berat. Soalnya per hari saya mengeluarkan minimal Rp 50 ribu,” lanjut Saridi.
Sponsored Ad
Ia membeli telur penyu dari masyarakat sekitar dengan harga satuan mulai dari Rp 2 ribu hingga Rp 3 ribu. Namun tidak semua telur yang ia beli berhasil menetas hanya 70-90% saja yang berhasil menetas. “Kalau dihitung Rupiah, gak ada harganya bagi saya. Istilahnya sudah menyatu dan ingin mengembangkan.
Saya sampai gak menghitung rugi dan untungnya, tidak saya pikir. Yang penting tujuan saya bisa menyelamatkan yang nanti ngasih imbalan dari Allah. Saya dikasih sehat sudah syukur alhamdulillah,” tutup Saridi. Semoga jerih payah Pak Saridi ini dapat menyadarkan masyarakat agar lebih peduli terhadap kelestarian alam. Setidaknya jangan buang sampah ke sungai sehingga sampahnya tidak dimakan oleh hewan-hewan laut.
Sumber : Brilio