Dua kakak beradik asal Desa Gelumbang, Muara Enim, Sumatera Selatan viral di media sosial lantaran ditemukan dalam kondisi kurus kering karena kelaparan. Di lain sisi, Bupati non aktif Muara Enim Ahmad Yani, sedang menjalani proses hukum di KPK karena terjerat operasi tangkap tangan (OTT) pada 3 September 2019 silam.
Video dua warga itu ditemukan oleh aparat dalam kondisi yang memprihatinkan viral di media sosial. Dalam video berdurasi 25 detik itu, terlihat ada personel Polri dan TNI yang datang ke sebuah rumah.
Sponsored Ad
Di rumah itu terlihat dua kakak-adik dalam kondisi sangat kurus. Satu terbaring di atas tempat tidur dengan tubuh yang sudah kurus kering. Sedangkan satu lagi masih sanggup berdiri, tapi kurus dan terlihat tidak terurus.
"Ini kejadian di Muara Enim min. Mereka ini tinggal beduo di daerah Gelumbang. Ado kakaknyo tapi yo idupnyo pas-pasan," tulis akun @sumselreceh dalam postingannya yang dilihat detikcom pada Rabu (22/4/2020).
Mereka disebut kaget saat melihat polisi dan TNI datang. Salah satu di antaranya langsung menanyakan apakah ada yang membawa nasi.
Sponsored Ad
"Pak, bawa nasi?" kata salah satunya saat polisi dan TNI datang. Mudah-mudahan cepat ditangani min, kasihan," katanya.
Kapolres Muara Enim AKBP Donni Eka membenarkan kabar tersebut. Keduanya ditemukan saat polisi dan TNI datang untuk melakukan bakti sosial serentak COVID-19. Dia mengatakan timnya bakal kembali untuk memberi bantuan medis kepada dua warga itu.
"Kejadian benar di Gelumbang, itu kemarin kita tahu saat bakti sosial. Dua kakak-adik, tinggal di rumah orang tuanya yang sudah meninggal dan tidak terurus," ujar Donni.
Sponsored Ad
Polisi pun menceritakan awal mula pertemuan anggota polisi dengan dua orang itu. Berbekal laporan dari perangkat desa, petugas kemudian mengunjungi rumah dua warga tersebut.
"Kemarin anggota datang ke lokasi karena kegiatan bakti sosial dalam rangka COVID-19. Di lokasi ditemukan ada warga dengan kondisi demikian," terang Donni.
"Ada yang kasih tahu, Bhabinkamtibmas datang bersama Babinsa. Ada perangkat desa dan warga juga mendampingi saat itu," katanya.
Sponsored Ad
Di rumah itu, diketahui ada 3 orang yang tinggal dengan kondisi keterbelakangan mental. Hanya saja saat petugas datang, satu orang sedang tidak di rumah.
"Mereka adik beradik ada 4 orang, jadi 3 tinggal di rumah itu dan satu ini diasuh warga sekitar. Adiknya ini yang ke rumah antar makanan secara rutin," katanya.
"Mereka ini kakak-adik, tinggal di rumah orang tuanya yang sudah lama meninggal," imbuhnya.
Kakak-adik kemudian dibawa ke Puskesmas agar dapat Perawatan. Mereka kemudian ditangani oleh petugas medis
Sponsored Ad
"Sudah kita evakuasi tadi bersama seluruh perangkat desa dan dinas. Sudah ditangani dan dirawat," katanya.
Dalam penanganan tim medis, keduanya bahkan belum dapat diajak komunikasi. Sebab, selain keterbelakangan mental mereka masih dalam kondisi kesehatan yang belum pulih.
Untuk kondisi rumah yang ditemukan tidak ada perabotan dan kosong, Doni menyebut rumah itu sengaja dikosongkan pihak keluarga untuk menghindari hal yang tak diinginkan saat di rumah tak ada yang mendampingi.
Sponsored Ad
"Perabotan, isi dapur, pisau dan sebagainya memang dikosongkan. Jadi keluarga dan warga tidak khawatir terjadi sesuatu kalau tidak ada orang," tutup Donni.
Di saat ada warga yang kelaparan, diketahui Bupati Muara Enim Ahmad Yani, yang kini nonaktif, sedang menjadi pesakitan di pengadilan karena tersangkut kasus korupsi. Yani terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 3 September 2019.
Sponsored Ad
Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka penerima suap bersama Kepala Bidang Pembangunan Jalan dan PPK di Dinas PUPR Muara Enim Elfin Muhtar. Selain itu, KPK menetapkan Robi Okta Fahlefi dari PT Enra Sari sebagai tersangka pemberi.
Putra Yani, Naufal, sempat membela ayahnya setelah terjaring OTT. Dia mengatakan ayahnya dijebak dalam OTT tersebut.
Sponsored Ad
Yani dituntut 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Ahmad Yani dinilai terbukti bersalah dalam kasus dugaan korupsi 16 proyek di wilayahnya.
"Menuntut agar mejelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana selama 7 tahun penjara dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan," kata jaksa KPK, Roy Riyadi, dalam sidang yang digelar secara online di PN Palembang, Selasa (21/4).
Yani juga dituntut membayar uang pengganti Rp 3,1 miliar serta dicabut hak politiknya selama 5 tahun. Dia dinilai terbukti melanggar Pasal 12 huruf a UU 20/2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 dan Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sponsored Ad
Jaksa menilai Yani terbukti mengatur serta memanipulasi proses lelang 16 proyek perbaikan jalan. Ahmad Yani juga disebut meminta commitment fee proyek 15 persen dari total nilai proyek, yakni Rp 13,4 miliar. Dari jumlah tersebut, Ahmad Yani diduga menerima 10 persen dan sisanya dibagi-bagi kepada pejabat lain. Total nilai 16 paket proyek itu berjumlah Rp 129,4 miliar. Yani juga disebut jaksa menerima barang berupa dua unit mobil, dua bidang tanah di Muara Enim senilai Rp 1,25 miliar, dan uang USD 35 ribu.
Sumber: News